Rabu, 26 Oktober 2016

Unggah Foto Boarding Pass Bisa Berakibat Fatal

Jangan pernah unggah foto boarding pass ke media sosial. Sebab, itu bisa berakibat fatal. Dengan mengunggah foto boarding pass ke media sosial, sadar atau tidak, anda telah menunggah data pribadi anda yang bisa saja membuat para penjahat secara leluasa mengoperasikan berbagai tindakan kejahatan. Cerita ini didapatkan dari seorang teman baik yang bertemu dengan salah satu korban kejahatan perampokan.
Boarding Pass by Morgue File
Image: Roman Ponomarets | Getty Images

Seorang teman baik, Dempi, bercerita tentang perjalanannya ke Kupang sebulan yang lalu. Ia mengisahkan pertemuannya dengan seorang pengusaha muda yang memiliki usaha jual beli online. Kepadanya, pengusaha muda itu bercerita tentang rekan bisnisnya yang menjadi korban kejahatan perampokan.

Dempi dan pengusaha muda itu bertemu di dalam pesawat dalam penerbangan ke Kupang. Mereka sama-sama berangkat dari Bandara Udara Frans Sales Lega, Ruteng. Tujuan akhir perjalanan pengusaha itu adalah Bali. Sementara, Dempi hendak ke Kupang untuk mengikuti acara pernikahan saudarinya. Dalam perjalanan mereka saling berkenalan. Kepada Dempi, pengusaha itu mengaku baru saja menyelesaikan kunjungannya ke berbagai tempat wisata di Manggarai, antara lain; Wae Rebo, Pantai Ketebe di Reo, Gua Liang Bua, dan Sawah Laba-Laba di Cancar. Dia mengaku kagum dan bangga dengan keindahan alam dan obyek wisata di Manggarai.

Sepuluh menit di udara, Dempi mengeluarkan boarding pass-nya yang ia kantongi di jaketnya. Dempi bermaksud menyimpannya di kantong kemejanya agar lebih gampang diambil dan tidak hilang di dalam pesawat. Meskipun, sebenarnya, selembar kertas boarding pass itu sudah tidak berguna lagi setelah Wempi berada di dalam pesawat.

Pesawat tidak seperti kereta api. Jika anda melakukan perjalanan menggunakan kereta api, sebaiknya tiket anda tidak hilang dan disimpan di kantong atau tas yang aman. Sebab, di tengah perjalanan, petugas kereta akan memeriksa kembali tiket penumpang. Berbeda dengan pesawat. Boarding pass yang telah anda dapatkan itu hanya diperiksa saat anda hendak memasuki ruang penumpang pesawat.

Saat Dempi menghunus kertas boarding passnya, pengusaha muda itu langsung berkomentar. Ia mengatakan bahwa kejahatan perampokan yang dialami rekan bisnisnya di Filipina itu berawal saat ia mengunggah foto boarding pass di media sosial, Twitter. QR code boarding pass milik rekannya diretas dan seketika itu data-data pribadinya diketahui peretas.

Para peretas yang tahu dia tidak sedang berada di rumah itu pun langsung beroperasi. Mereka datang ke rumah rekannya itu dan mengambil sejumlah barang berharga. Mulai dari uang yang jumlahnya jutaan dollar sampai peralatan elektronik mahal yang ada di rumah rekannya itu. Akibat kejahatan itu, rekan si pengusaha itu pun merugi. Ia mengalami depresi berat.

Dari pengusaha itu, Dempi mendapat penjelasan bahwa QR code yang ada di boarding pass kita adalah data pribadi penumpang. Alamat, nomor telephone, passport dan tanggal keberangkatan dan atau kepulangan kita. Jika QR code itu diketahui oleh orang lain, itu berarti sebagian besar data pribadi kita diketahui oleh orang lain. Kemungkinan terjadinya operasi kejahatan pun bisa terjadi kapan saja.

Dempi pun berterimakasih kepada pengusaha itu karena telah membagikan kisah itu. Bagi Dempi, obrolan mereka setidaknya telah mengingatkan dirinya agar tetap waspada, khususnya dalam hal mengamankan boarding pass saat hendak melakukan perjalanan dengan pesawat.

Waspada Kejahatan Dunia Maya

Modus kejahatan bisa saja terjadi melalui dunia maya. Buktinya, tidak sedikit tindakan kejahatan seperti penipuan, pemerkosaan dan pembunuhan telah terjadi di Indonesia gara-gara komunikasi via media sosial. September yang lalu, orang tua seorang gadis berusia 16 tahun melaporkan kejahatan pemerkosaan yang dilakukan “D” dan empat lelaki lainnya terhadap anaknya di Serang, Banten. Modus awalnya sama. Perkenalan di facebook. Dari facebook, korban diajak bertemu.

Usai pertemuan pertama, “D” lalu membawa gadis itu ke kontrakan temannya. Atau, kisah lain, seorang gadis berusia 15 tahun, anak seorang polisi di Jakarta yang diperkosa oleh tiga lelaki. Awalnya, mereka berkenalan di facebook. Saat bertemu korban lalu di beri minuman yang telah dicampur dengan obat penenang. Mereka kemudia memperkosa gadis itu bergiliran. Dua kisah ini hanya contoh dari banyak kisah miris lainnya yang sering terjadi di Indonesia tentang kejahatan yang berawal dari dunia maya. Jangan bicara penipuan melalui dunia maya. Sudah sering terjadi, bahkan hingga hari ini.

Serangkaian kisah itu setidaknya membuat kita tetap awas, waspada dan hati-hati dengan berbagai rayuan yang terujar dalam percakapan dengan orang lain di dunia maya. Kita perlu sangsi, cemas dan hati-hati terhadap setiap tawaran yang diajukan oleh lawan bicara kita.

Kembali ke Demp. Kisah yang dibagikan Dempi di atas setidaknya mengingatkan kita untuk tidak mengunggah foto boarding pass kita atau berbagai QR code apapun ke dunia maya. Modus kejahatan yang merugikan keselamatan, kenyamanan dan keamanan kita bisa saja dimulai dari sana.

Dari Ruteng, salam.